Jumat, 18 Maret 2016

(12) Gowes Mudik 2015 Semarang-Lahat : Hari ke-9, Tanjung Enim-Lahat



Hari ini badan terasa bugar, entah karena tidur yang lebih panjang atau karena sudah dekat sampai rumah. Dengan medan yang (masih) naik-turun, dan jarak yang tinggal 40 km lagi, perkiraan jam 10.00 sudah sampai rumah. Tapi ternyata salah perkiraan , faktanya  aku sampai rumah pukul 11.30 WIB.

Pukul 06.30, setelah mandi, aku berpamitan kepada para petugas PPK 10 yang muda dan baik hati.  Kami sempat berpose sebentar di depan posko, sebagai kenang-kenangan. Mengikuti saran Meki, aku lewat jalan alternatif yang belum lama dibuka. Jalan ini lebih cepat sampai ke Lahat, namun lebih dinamis naik-turun. Penasaran dengan info ini, aku pun memilih jalan ini, bukan jalan yang biasanya, yang menuju Muara Enim dulu.

Ternyata benar, jalannya lebih pendek, sayangnya belum tercantum di peta manual yang kubawa. Dan benar juga banyak naik-turunnya. Ini jalur roller coster. Nanjak terus meluncur turun, lalu nanjak lagi. Jadilah judulnya, pagi-pagi sarapan tanjakan. Di jalur ini, terlihat beberapa alat berat masih diparkir di tepi jalan. Dan nampak pula rumah-rumah baru bertipe perumahan. Tanah di kanan kiri jalan juga nampak sudah dkapling-kapling.
Jalur alternatif Tanjung Enim-lahat
Ujung jalan alternatif ini adalah Terminal Regional Muara Enim. Simpangannya bertemu dengan jalan raya Muara Enim-Lahat. Tidak jauh dari Terminal Regional adalah gerbang batas kota Kab. Lahat. Wow, pagi-pagi aku sudah masuk Lahat, walau masih di wilayah kabupaten yang paling ujung, yaitu Merapi Timur. Kota Lahat masih 35 km dari sini.

Dari Merapi Timur ini, jalan tidak ada yang  lagi menanjak curam.  Kalaupun menanjak, landai. Kondisi jalan juga bagus. Sampai hari ini, di etape 2, tidak ada kerusakan pada sepeda, spoke juga baik-baik saja. Di Merapi Timur ini ada tambang batubara. Lepas dari Merapi Timur, masuk ke Merapi Barat. Di sinilah ikon Lahat dapat dilihat dengan jelas, yaitu Bukit Serelo atau Gunung  Jempol.  Sungai Lematang juga dapat kita saksikan disini, dekat dengan jalan raya, seperti saat berada di Pengandonan dengan sungai  Ogannya. 

Di ruas jalan ini, kita juga dapat menyaksikan jerambah (jembatan) gantung yang membelah sungai. Sungai Lematang sampai detik ini juga masih dijadikan sarana utama MCK oleh warga di sepanjang alirannya. Itu karena sungai Lematang masih alami. Keruhnya murni karena sedimen paskahujan bukan karena limbah pabrik seperti lazimnya sungai di pulau Jawa.

Salahsatu pemandangan khas : Jembatan Gantung
View di Merapi Barat, Kab. Lahat
Pukul 10.30 aku tiba di Simpang Tiga Lahat. Kulihat disini ada Posko Mudik Terpadu. Di pertigaan ini, ambil kiri berarti masuk ke Pasar atau Kota Lahat, kanan lewat jalan lingkar.  Itu artinya Kota Lahat sudah didepan mata.  Kira-kira 10 km lagi jaraknya. Aku kemudian belok kanan, ke arah jalan lingkar. Seingatku dari sini, nanti bisa tembus ke Bandarjaya, melewati Kantor Bupati, lalu GOR, kemudian pertigaan Kodim, lalu Talang Jawa. Aku ingin mengambil foto di tugu pahlawan di pertigaan Kodim itu. 

Tidak lama setelah masuk ke jalan lingkar, ada sebuah hotel besar. Namanya Grand Zuri. Hotel itu dimasa aku  kanak-kanak belum ada. Namun sekarang sudah menjadi hotel berbintang. Nah, seharusnya tidak lama setelah hotel itu, aku berbelok ke kiri. Tapi yang terjadi, aku malah memilih jalan terus, ke jalan lingkar baru.
Jalan lingkar ini ternyata isinya jalan roller coster. Aduh, jam menunjukkan pukul 11.00, sudah lumayan terik, kok malah disuguhi roller coster. Sesekali mobil pemudik yang hendak menuju Lubuk Linggau dan  Tebing Tinggi melintas. Aku sempat ragu, jalan ini menuju kemana, jangan-jangan justru keluar Lahat. Haha.. kok malah tersesat di kota sendiri. Tapi, asli, jalan ini baru, aku belum pernah lewat sini sebelumnya. Sungguh banyak perubahannya setelah 10 tahun tidak pulang ke Lahat.

Aku kemudian masuk ke wilayah pembakaran batu bata. Disini, tanjakannya lumayan tinggi. Kemudian meluncur turun, untuk kemudian menanjak lagi. Manggul, begitu tulisan yang sempat kubaca di salah satu rumah warga yang jarang-jarang itu.  Begitu ada seorang warga dipinggir jalan, aku segera bertanya, dan ternyata benar, aku mengambil jalan memutar. Jalur ini lebih panjang 10 km dari jalur lama.  Kalau mau masuk lahat, diujung jalan lingkar ini harus belok ke kiri, sebab kalau belok ke kanan ke arah Gumay, atau menjauh dari Lahat.

Di kilometer sekian, kulihat ada bangunan Polsek Lahat. Nah, itu hal baru juga. Masa, Polsek ada di daerah paling pinggir begini, batinku. Setelah melewati beberapa tanjakan, di tengah hari, dengan sisa tenaga, pokoknya prinsip TDL.. Tinggal Dikit Lagi…kugenjot terus si Totti ini. Dan akhirnya, gerbang batas kota Lahat terlihat, itu berarti akhir dari jalan lingkar ini. Tinggal belok ke kiri. Dan ternyata ada tanjakan tinggi lagi…ampun dah. Kotaku ternyata seperti Tanjungkarang, banyak tanjakannya. Campur aduk antara bangga-bangga sebel. Hehe..

Kelak, dari penjelasan om Norca, barulah aku ketahui, tanjakan terakhir di pertigaan batas kota itu namanya tanjakan Air Dingin. Dan tak kuduga, ujung dari tanjakan ini adalah Dodikif. Itu semacam detasemen pendidikan pelatihan bagi infantri yang terkenal seantero Lahat. Dodikif inilah yang menjaga kota Lahat, dari ancaman begal dan semacamnya.  Maju sedikit dari Dodikif adalah Pagar Agung. Disanalah rumahku berada. Rupanya, aku pulang lewat atas, bukan lewat bawah seperti biasanya. Ya, inilah konsekuensi besar ditanah rantau dan waktu kecilnya belum sempat tuntas mengeksplorasi kotanya sendiri. Hihi…

Sampai rumah, kuucapkan salam, danyang pertama kalimenyambutku adalah ibuku. Beliau langsung berteriak kaget, “nah, ado kakak, dek…”. Dedek yang dimaksud adalah adikku yang bungsu. Disusul kemudian bapak. Segera kupeluk cium mereka berdua. Karena merekalah, tujuan gowes ini dilakukan. Ah, bapak, laki-laki tua yang usianya sudah  70 tahun dan  giginya ompong semua, karena dialah aku jadi punya nyali untuk menjadi ‘lone ranger’, mengayuh pedal sendirian dari Semarang ke Lahat.

Di hari terakhir ini, jarak tempuhnya 59 km saja. Jarak terpendek di sembilan hari perjalanan Gowes Mudik ini. Pengeluaran 20 ribu saja, cuma buat beli air minum.  ODO = 9426 km. Jarak Tempuh Etape 2 (Gowes saja) adalah 274 km. Jika ditotal, jarak tempuh seluruhnya dari Demak ke Lahat adalah 971 km. Dan jika ditambah jarak tempuh selama gowes di Lahat dan waktu pulang kembali ke Semarang (Kalideres-Cempaka Putih, Cempaka Putih-Rawamangun, Krapyak-Tembalang), jarak totalnya adalah 1045 km,  atau pembulatan jadi 1000 km! Seribu kilo sudah jarak yang kutempuh dalam Gowes Mudik 2015 ini. Alhamdulillah.

Tanjung Enim-Lahat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar