Jenuh dengan trek khas pantura yang panas dan banyak dilalui
kendaraan besar. Maka saat ngobrol tadi malam di kediaman om Bowo, kuputuskan
untuk menjajal trek alternatif yang jarang dilewati namun dengan kondisi jalan
yang bagus dan lebih teduh. Yaitu trek Karangampel-Balongan-Indramayu. Trek
yang satunya biasa dilewati buskota dari Cirebon kearah Jatibarang via
Palimanan. Kedua trek ini nantinya akan bertemu di Lohbener.
Sekitar pukul 07.00, om Bowo mengawal keluar Cirebon
sekaligus Bike To Work ke hotel Santika Cirebon. Om Bowo mengantarku ke batas
kota luar Cirebon kearah jalan Gunungjati. Nama tempat yang diambil dari nama salah satu
sunan walisongo. Jika di Demak ada Sunan Kalijaga, di Kudus ada Sunan Muria,
maka di Cirebon ini ada Sunan gunungjati. Dan benar jalur alternatif ini
relatif lebih sepi.
Dikawal om Bowo keluar Cirebon |
Tak lama setelah lepas dari kota Cirebon, masuk ke daerah
Gunungjati. Disini ada desa namanya Kapetakan. Jalannya halus mulus dan rata.
Sejauh ini, jalan ini adalah jalan terbaik yang kulewati. Sepi lagi. Lepas dari
Gunungjati , masuk ke Suranenggala. Di kanan-kiri jalan mulai banyak baliho
Pilkada. Kemudian Karangampel. Nah, disini ada pertigaan. Ke kiri ke jatibarang,
lurus ke arah Balongan. Jalan yang kupilih akhirnya lurus ke Balongan. Aku
penasaran dengan wujud seperti apa kilang minyak yang katanya terbesar di Asia
Tenggara.
Jalan ke arah Balongan ini, banyak ditumbuhi pohon besar di
kanan kirinya, sehingga jalan tidak begitu panas seperti Pantura. Sesekali
mobil tanki dari dan menuju balongan melintas lewat, dengan kecepatan pelan.
Cukup sopanlah untuk ukuran mobil besar. Pada jarak tertentu, kita bisa melihat
laut Jawa di sebelah kanan. Di ruas jalan ini, aku sempat berhenti di lapak
penjual buah. Mengganjal perut dengan Jeruk dan apel, sambil bertanya ini itu
kepada penjualnya.
Dari percakapan itu kuketahui, kalau tengah hari, sang
penjual menjajakan buahnya keliling desa. Tapi belakangan ini permintaan
menurun, karena warga desa sedang gagal panen, menyusul minimnya air yang masuk
ke wilayah irigasi mereka. Sudah dua kali tanam, padi mereka tumbuh tapi tak
berbuah. Petani terjerat utang pula. Harapan satu-satunya ada pada kepala desa
yang mengumpulkan petani untuk membeli air secara kolektif di pintu air, yang
nantinya air yang mengalir itu akan dikawal oleh aparat agar sampai di sawah-sawah mereka. Mereka
salah duga, dikira jelang lebaran ini hujan akan turun, ternyata panas
berpanjangan.
Pada kilometer
sekian, ada api yang memancar dari pipa. Kukira itu Kilang Balongan, ternyata
itu pabrik milik swasta. Kilang Balongan letaknya setelah pabrik itu. Besar
sekali memang, dan ribut. Mengeluarkan suara seperti peluit raksasa. Pintu
masuknya digembok rantai. Ada penjaga di menara. Ada tulisannya dilarang
mengambil gambar. Wow, mengambil gambar saja dilarang, apalagi minyaknya yah… Terprovokasi
oleh larangan itu, aku malah berhenti didekat menara penjaga, dan…mengambil
gambar dengan latar kilang. Waduh, bandel memang, tidak patut ditiru..^_^
. Tapi sebentar, kok ada bau…rupanya
pohon didekat tempatku berhenti itu adalah pohon jengkol. Hehe…
Kilang Balongan, Indramayu |
Diperjalanan keluar Balongan, aku sempat dihentikan oleh
beberapa orang berseragam biru-biru. Kupikir mau menghukumku karena sudah
mengambil gambar di kilang tadi, eh rupanya itu pegawai Pertamina yang juga
hobi gowes MTB. Mereka hendak bertanya, darimana mau kemana, dan menawari untuk
istirahat di masjid BP. Tapi dengan halus kutolak rencana mereka, karena
rencananya aku hendak duhuran di pusat kota Indramayu. Kepada beliau-beliau itu
kutanyakan berapa jauh lagi Indramayu. Tinggal 5 km lagi ternyata.
Tepat adzan dhuhur, aku tiba di masjid pendopo Indramayu. Dan
beristirahat disana hingga pukul 13.30. Terik matahari tengah hari membuat
enggan kaki untuk melangkah, apalagi mengayuh pedal. Di sini, Sandy, teman dari
Lahat yangberdomisili di Tegal, menelpon menanyakan posisi sekaligus memberi
arahan jalur menuju Cikampek.
Rehat di masjid pendopo Indramayu |
Keluar dari Indramayu, ada persimpangan dengan tugu raksasa
dan patung 7 ekor rusa. Kenapa begitu, sayangnya aku tidak sempat bertanya
kepada warga sekitar. Tapi kurasa, itu terkait dengan legenda rakyat Indramayu.
Di jalur keluar ini, aku menemukan plang nama Sekolah Alam Indramayu. Aku
berbelok kesana, keluar dari jalan raya utama, ke jalan tanah. Jalannya tidak
rata. Agak berbahaya untuk sepeda dengan gegembolan depan belakang. Tiba
disana, suasana sepi, jadi aku hanya mengambil fotonya saja dan segera
mengirimnya ke grup WA JSAN (Jaringan Sekolah Alam Nusantara) . Lalu,
melanjutkan perjalanan kembali.
Di salah satu ruas Indramayu-Lohbener ini, aku sempat
berhenti di sebuah warung makan. Karena perut sudah keroncongan. Menunya sop
daging sapi. Kuahnya itu yang kuharap. Cukup lama menunggu, karena penjualnya
benar-benar fresh mengiris sayuran untuk membuat sop itu. Makan, sambil
bercengkerama dengan pemilik warung menanyakan tujuan. Entah mengapa, sop itu
hanya dihargai 15 ribu saja, padahal dengan menu yang sama di Simpang Jomin Cikampek
(nantinya), itu harganya 35 ribu rupiah.
Perjalanan dilanjut. Bertemu dengan ruas utama Pantura di
Lohbener. Matahari sudah tidak terlalu
panas lagi. Di Lohbener ini, jalanan sisi pinggir banyak jeglongannya. Aku
khawatir lagi, terutama setelah kurasa ban belakang geol lagi. Dan ternyata
benar, 1 spoke patah lagi, kali ini malah disisi sproket atau sisi kanan.
Waduh, kalau yang patah disini, aku belum punya pengalaman. Dengan spoke patah satu, aku terus mengayuh
menuju Kandanghaur. Tempat dimana om TroyGank anggota FedJo sekaligus
FedIndramayu yang lagi pulkam menunggu.
Setelah Lohbener, masuk ke Losarang, kemudian Kandanghaur.
Pukul 16.30 aku sudah masuk Kandanghaur. Om Troy alias om Saeful sudah menanti
di jalan jelang masjid Kandanghaur. Aku dituntun menuju rumahnya. Tahun lalu
daerah ini terkena banjir besar. Masih tampak bekas-bekasnya hingga sekarang.
Rumah om Troy masuk lewat gang di belakang masjid yang menaranya tinggi sekali
itu.
Om Troy memintaku menginap. Permintaan yang sulit sekali
ditolak, meski hari masih sangat sore. Om Troy sudah memintaku mampir jauh-jauh
hari, sejak perjalanan ini masih dalam wujud rencana 3 bulan lalu. Om Troy
malah mendahului pulkam, gowes mudik dari Jogja ke Kandanghaur lebih awal
sebelumnya. Untuk kedatanganku ini, ayahnya telah menyiapkan ikan untuk
dibakar. Jadilah, Kami berbuka dengan
menu ikan bakar Indramayu. Tak lama kemudian turut bergabung om Ismail dari
FedIndramayu yang rumahnya di Karangampel, sambil membawa mangga, khas
Indramayu. Mangganya rasanya manis sekali. Top!
Indramayu kota Mangga |
Bersama FedIndramayu : Om Ismail dan Om Saeful Troy gank |
Bersama om Ismail, kami mengatasi spoke yang patah.
Berdasarkan saran dari om Ridho di jatibarang, ujung spoke yang patah dibuat
lengkuk seperti huruf Z, kemudian dimasukkan ke lubang spoke. Itu teknik
darurat jika yang patah di sisi sebelah sproket, dan kita tidak punya cukup
alat untuk membuka sproket. Sebenarnya aku membawa alat pembuka sproket tapi
aku tidak punya alat untuk menguncinya kembali..haha… Dan ternyata cukup
efektif, teknik huruf Z ini bisa bertahan hingga Cikarang. Dan nanti oleh
teman-teman FedRanger, banku dibawa ke bengkel dan pulang dalam kondisi normal
kembali.
Kami bermalam disini. Menunggu tayangan FedJogjakarta di
acara “Laki-laki Punya Mau” di salah satu stasiun TV. Jadwalnya sih jam 23.00.
Tapi baru benar-benar tayang mendekati tengah malam. Dan aku sudah tertidur
pulas. Tertidur dalam penantian. Hehe…
Jarak tempuh di hari ke-3 ini pendek, 106 km saja.
Pengeluaran sekitar 40 ribu rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar