Rabu, 16 Maret 2016

(5) Gowes Mudik 2015 Semarang-Lahat : Hari ke-3, Cirebon-Indramayu



Jenuh dengan trek khas pantura yang panas dan banyak dilalui kendaraan besar. Maka saat ngobrol tadi malam di kediaman om Bowo, kuputuskan untuk menjajal trek alternatif yang jarang dilewati namun dengan kondisi jalan yang bagus dan lebih teduh. Yaitu trek Karangampel-Balongan-Indramayu. Trek yang satunya biasa dilewati buskota dari Cirebon kearah Jatibarang via Palimanan. Kedua trek ini nantinya akan bertemu di Lohbener.

Sekitar pukul 07.00, om Bowo mengawal keluar Cirebon sekaligus Bike To Work ke hotel Santika Cirebon. Om Bowo mengantarku ke batas kota luar Cirebon kearah jalan Gunungjati.  Nama tempat yang diambil dari nama salah satu sunan walisongo. Jika di Demak ada Sunan Kalijaga, di Kudus ada Sunan Muria, maka di Cirebon ini ada Sunan gunungjati. Dan benar jalur alternatif ini relatif lebih sepi. 

Dikawal om Bowo keluar Cirebon
Tak lama setelah lepas dari kota Cirebon, masuk ke daerah Gunungjati. Disini ada desa namanya Kapetakan. Jalannya halus mulus dan rata. Sejauh ini, jalan ini adalah jalan terbaik yang kulewati. Sepi lagi. Lepas dari Gunungjati , masuk ke Suranenggala. Di kanan-kiri jalan mulai banyak baliho Pilkada. Kemudian Karangampel. Nah, disini ada pertigaan. Ke kiri ke jatibarang, lurus ke arah Balongan. Jalan yang kupilih akhirnya lurus ke Balongan. Aku penasaran dengan wujud seperti apa kilang minyak yang katanya terbesar di Asia Tenggara.

Jalan ke arah Balongan ini, banyak ditumbuhi pohon besar di kanan kirinya, sehingga jalan tidak begitu panas seperti Pantura. Sesekali mobil tanki dari dan menuju balongan melintas lewat, dengan kecepatan pelan. Cukup sopanlah untuk ukuran mobil besar. Pada jarak tertentu, kita bisa melihat laut Jawa di sebelah kanan. Di ruas jalan ini, aku sempat berhenti di lapak penjual buah. Mengganjal perut dengan Jeruk dan apel, sambil bertanya ini itu kepada penjualnya. 
Ngobrol dengan penjual buah, musim paceklik
Dari percakapan itu kuketahui, kalau tengah hari, sang penjual menjajakan buahnya keliling desa. Tapi belakangan ini permintaan menurun, karena warga desa sedang gagal panen, menyusul minimnya air yang masuk ke wilayah irigasi mereka. Sudah dua kali tanam, padi mereka tumbuh tapi tak berbuah. Petani terjerat utang pula. Harapan satu-satunya ada pada kepala desa yang mengumpulkan petani untuk membeli air secara kolektif di pintu air, yang nantinya air yang mengalir itu akan dikawal oleh aparat  agar sampai di sawah-sawah mereka. Mereka salah duga, dikira jelang lebaran ini hujan akan turun, ternyata panas berpanjangan.

 Pada kilometer sekian, ada api yang memancar dari pipa. Kukira itu Kilang Balongan, ternyata itu pabrik milik swasta. Kilang Balongan letaknya setelah pabrik itu. Besar sekali memang, dan ribut. Mengeluarkan suara seperti peluit raksasa. Pintu masuknya digembok rantai. Ada penjaga di menara. Ada tulisannya dilarang mengambil gambar. Wow, mengambil gambar saja dilarang, apalagi minyaknya yah… Terprovokasi oleh larangan itu, aku malah berhenti didekat menara penjaga, dan…mengambil gambar dengan latar kilang. Waduh, bandel memang, tidak patut ditiru..^_^ .  Tapi sebentar, kok ada bau…rupanya pohon didekat tempatku berhenti itu adalah pohon jengkol. Hehe…
Kilang Balongan, Indramayu
Diperjalanan keluar Balongan, aku sempat dihentikan oleh beberapa orang berseragam biru-biru. Kupikir mau menghukumku karena sudah mengambil gambar di kilang tadi, eh rupanya itu pegawai Pertamina yang juga hobi gowes MTB. Mereka hendak bertanya, darimana mau kemana, dan menawari untuk istirahat di masjid BP. Tapi dengan halus kutolak rencana mereka, karena rencananya aku hendak duhuran di pusat kota Indramayu. Kepada beliau-beliau itu kutanyakan berapa jauh lagi Indramayu. Tinggal 5 km lagi ternyata.
Tepat adzan dhuhur, aku tiba di masjid pendopo Indramayu. Dan beristirahat disana hingga pukul 13.30. Terik matahari tengah hari membuat enggan kaki untuk melangkah, apalagi mengayuh pedal. Di sini, Sandy, teman dari Lahat yangberdomisili di Tegal, menelpon menanyakan posisi sekaligus memberi arahan jalur menuju Cikampek.
Rehat di masjid pendopo Indramayu
Keluar dari Indramayu, ada persimpangan dengan tugu raksasa dan patung 7 ekor rusa. Kenapa begitu, sayangnya aku tidak sempat bertanya kepada warga sekitar. Tapi kurasa, itu terkait dengan legenda rakyat Indramayu. Di jalur keluar ini, aku menemukan plang nama Sekolah Alam Indramayu. Aku berbelok kesana, keluar dari jalan raya utama, ke jalan tanah. Jalannya tidak rata. Agak berbahaya untuk sepeda dengan gegembolan depan belakang. Tiba disana, suasana sepi, jadi aku hanya mengambil fotonya saja dan segera mengirimnya ke grup WA JSAN (Jaringan Sekolah Alam Nusantara) . Lalu, melanjutkan perjalanan kembali.
Sekolah Alam Indramayu
Di salah satu ruas Indramayu-Lohbener ini, aku sempat berhenti di sebuah warung makan. Karena perut sudah keroncongan. Menunya sop daging sapi. Kuahnya itu yang kuharap. Cukup lama menunggu, karena penjualnya benar-benar fresh mengiris sayuran untuk membuat sop itu. Makan, sambil bercengkerama dengan pemilik warung menanyakan tujuan. Entah mengapa, sop itu hanya dihargai 15 ribu saja, padahal dengan menu yang sama di Simpang Jomin Cikampek (nantinya), itu harganya 35 ribu rupiah. 

Perjalanan dilanjut. Bertemu dengan ruas utama Pantura di Lohbener.  Matahari sudah tidak terlalu panas lagi. Di Lohbener ini, jalanan sisi pinggir banyak jeglongannya. Aku khawatir lagi, terutama setelah kurasa ban belakang geol lagi. Dan ternyata benar, 1 spoke patah lagi, kali ini malah disisi sproket atau sisi kanan. Waduh, kalau yang patah disini, aku belum punya pengalaman.  Dengan spoke patah satu, aku terus mengayuh menuju Kandanghaur. Tempat dimana om TroyGank anggota FedJo sekaligus FedIndramayu yang lagi pulkam menunggu.

Setelah Lohbener, masuk ke Losarang, kemudian Kandanghaur. Pukul 16.30 aku sudah masuk Kandanghaur. Om Troy alias om Saeful sudah menanti di jalan jelang masjid Kandanghaur. Aku dituntun menuju rumahnya. Tahun lalu daerah ini terkena banjir besar. Masih tampak bekas-bekasnya hingga sekarang. Rumah om Troy masuk lewat gang di belakang masjid yang menaranya tinggi sekali itu.
dibakarkan ikan, bro...!

Om Troy memintaku menginap. Permintaan yang sulit sekali ditolak, meski hari masih sangat sore. Om Troy sudah memintaku mampir jauh-jauh hari, sejak perjalanan ini masih dalam wujud rencana 3 bulan lalu. Om Troy malah mendahului pulkam, gowes mudik dari Jogja ke Kandanghaur lebih awal sebelumnya. Untuk kedatanganku ini, ayahnya telah menyiapkan ikan untuk dibakar.  Jadilah, Kami berbuka dengan menu ikan bakar Indramayu. Tak lama kemudian turut bergabung om Ismail dari FedIndramayu yang rumahnya di Karangampel, sambil membawa mangga, khas Indramayu. Mangganya rasanya manis sekali. Top!
Indramayu kota Mangga 
Bersama FedIndramayu : Om Ismail dan Om Saeful Troy gank

Bersama om Ismail, kami mengatasi spoke yang patah. Berdasarkan saran dari om Ridho di jatibarang, ujung spoke yang patah dibuat lengkuk seperti huruf Z, kemudian dimasukkan ke lubang spoke. Itu teknik darurat jika yang patah di sisi sebelah sproket, dan kita tidak punya cukup alat untuk membuka sproket. Sebenarnya aku membawa alat pembuka sproket tapi aku tidak punya alat untuk menguncinya kembali..haha… Dan ternyata cukup efektif, teknik huruf Z ini bisa bertahan hingga Cikarang. Dan nanti oleh teman-teman FedRanger, banku dibawa ke bengkel dan pulang dalam kondisi normal kembali.
Kami bermalam disini. Menunggu tayangan FedJogjakarta di acara “Laki-laki Punya Mau” di salah satu stasiun TV. Jadwalnya sih jam 23.00. Tapi baru benar-benar tayang mendekati tengah malam. Dan aku sudah tertidur pulas. Tertidur dalam penantian. Hehe…

Jarak tempuh di hari ke-3 ini pendek, 106 km saja. Pengeluaran sekitar 40 ribu rupiah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar