Senin, 27 April 2015

Gowes 100 km to Bengawan solo


Start : Puri Dinar Mas

Sabtu, 25 April 2015
05.40
Akhirnya berangkat. Sebenarnya sudah siap sejak subuh. Namun ba'da subuh hujan masih turun. Sejak semalam, hujan merata. Tidak hanya Semarang, tapi juga Ungaran, bahkan Salatiga dan Surakarta. Begitulah kabar dari teman-teman saat semalam mengobservasi cuaca. Karena kendala cuaca ini, Pak Tohiri, yang semula berencana ikut terpaksa membatalkan diri.

Menjelang pukul enam pagi, cuaca agak membaik, karena hujan sudah berubah menjadi gerimis meski mendung masih menggelayut tebal. Setelah berpamitan dengan orang rumah, perjalanan pun dimulai. Perjalanan menuju Sekolah Alam Bengawan Solo (SABS) di Klaten. Itu kira-kira 15 km dari Solo Baru.

Tantangan pertama adalah melewati tanjakan Sigar Bencah (Sigben). Dengan ransel di kanan kiri, melewati Sigben terasa berbeda. Jadi terasa lebih lambat dari biasanya. Sebenarnya kalau hanya ke Solo, bisa saja berangkat dengan perlengkapan minimalis. Tapi, karena gowes kali ini sekaligus menjadi ajang latihan, maka ransel terisi cukup penuh. Baju ganti dan teman-temannya di ransel kiri, peralatan sepeda di ransel kanan. Bahkan sandal pun dibawa juga. Ini untuk mengantisipasi jika kehujanan dijalan, dan sepatu menjadi basah maka sandal menjadi alternatif untuk dipakai. Dan ini kelak terbukti. 

06.05
Berhasil melewati Sigben. Dalam cuaca gerimis, jalanan yang basah, plus jas hujan di badan, melewati tanjakan sigben menjadi dua kali lebih berat. Jalan seakan lengket dengan ban. Air menjadi media kohesivitasnya. Tapi alhamdulillah, berkat latihan nanjak Sigben pas gerimis, bersama trio Sigben : Pak Met dan Pak Maryoto, Sigben berhasil dilewati tanpa kesulitan berarti.

Lanjut ke arah Banyumanik, via Kramas, melewati Durian dan Tusam, kemudian SMA 9, dan SMP Hidayatullah. Lalu belok kiri ke SMK Grafika, hingga pertigaan Pudakpayung. Lurus melewati Pangkalan Taxi yang kemudian tembus ke jalan raya Semarang-Ungaran dekat daerah Kalipepe. Selanjutnya pintu gerbang Ungaran, kemudian menurun hingga Bangjo As-Salamah, lalu melewati Benteng tua, RSUD, dan gapura Undaris. Tak lama sampailah di gerbang batas kota.

Di gerbang batas kota, sekitar pukul 07.00 sudah menanti Agung. Agung rencananya akan mengawal sampai Bawen. Di sini, aku sempat mengecek Endomondo yang saat berangkat kunyalakan. Ternyata hpnya malah sudah mati. Lowbatt. Jas hujan juga kulepas disini, karena nampaknya gerimis juga sudah mulai berhenti. Lagipula, jas hujan membuat laju sepeda tertahan, karena lebih banyak bertabrakan dengan angin dan badan menjadi banjir keringat.

Di sebuah toko waralaba tidak jauh dari gerbang, kami kemudian sarapan mengganjal perut dengan roti. Sambil menunggu calon istrinya Agung yang akan datang membawakan Powerbank. Powerbank ini dipinjamkan Agung supaya Endo-nya bisa menyala terus. Thx ya, gung...

07.30
 Setengah jam menunggu, kemudian datanglah Powerbanknya, perjalanan pun dilanjutkan. Dari sini, kontur jalan mulai menanjak halus. Melewati Lemah Abang, Bergas, lalu APAC Inti dan kemudian tanjakan Bawen. Di puncak tanjakan Bawen sekitar pukul 08.30. Agung undur diri untuk putar balik ke Ungaran. Agung sebenarnya ingin ikut. Tapi karena sebentar lagi akan 'mantenan', jadi rada menahan diri sedikit... ^_^

Selepas terminal Bawen, langsung disuguhi bonus turunan ^_^. Disini, di Kopi Banaran tepatnya, berpapasan dalam arah yang berseberangan, dengan peturing Federal juga. mengarah ke Semarang. Di grup FB MTBFI, nanti diketahui tujuannya UNNES Gunungpati dari Salatiga.

Selepas Banaran, menanjak lagi menyusuri Tuntang dan Rawa Pening. Jalanan tidak begitu ramai. Langit masih mendung, sehingga udara terasa dingin. Sangat mendukung untuk peturing, karena badan tidak mudah dehidrasi.

Kemudian tiba di gerbang selamat datang di Salatiga. Ada persimpangan jalan. Kiri ke arah kota, kanan lewwat jalan lingkar. Tadi Agung menyarankan mampir pasar Salatiga membeli pisang sebagai asupan nutrisi dan makanan favorit goweser karena mengandung zat anti kram. Tapi, beberapa teman juga menyarankan lewat JLS saja, karena lebih menantang. Akhirnya, aku memilih ke JLS. Dengan pertimbangan sudah beberapa kali lewat kota dan belum pernah mencicipi JLS.

ketemu sesama kendaraan kelas berat di JLS salatiga
Saat itu, posisi kilometer menunjukkan angka 40 km sejak dari rumah. Kelak di ujung akhir JLS cyclo menunjukkan angka sekitar 50 km. Berarti kurang lebih 10 km panjangnya JLS Salatiga ini.Pada kilometer awal-awal, JLS terasa menyenangkan. Jalan datar cenderung menurun membuat sepeda bisa dikayuh hingga kecepatan 25 km/jam atau lebih. Namun, kegembiraan tidak berlangsung lama. Karena setelah itu, sisanya adalah tanjakan. Mulai dari tanjakan landai hingga tanjakan tinggi. Di JLS ini, pada km ke sekian akan dijumpai prapatan, yang bila ke kanan ke arah Kopeng, dan ke kiri ke arah kota salatiga. Kita ambil jalan lurus saja, ke arah Solo.
Taman Kota Salatiga di dalam JLS


Jalan semakin menanjak. Laju sepeda semakin pelan. Paha mulai 'njarem'. Rencanaku sih akan beristirahat di jarak 50 km. Tapi di km 46, ada bangunan yang judulnya Taman Kota Salatiga. Tidak mungkin tidak berhenti. Karena itu bagus untuk spot foto. Untuk laporan live grup WA FedSemar.

Perjalanan lanjut. Nanjak lagi. di km 48, ada perkampungan. Dan ada salah satu rumah yang jualan pisang. Berhenti lagi situ. Karena jujur perut mulai keroncongan. Dan ajaib setelah makan 1 pisang ambon ukuran besar, perut langsung kenyang. Mbahe penjual pisang mematok harga 5000 untuk 3 buah pisang ambon. Aku berikan 10rb untuk 6 buah pisang. Dan ternyata ke-6 pisang tidak akan pernah aku habiskan. Aku hanya mampu makan 3 sepanjang perjalanan hingga tujuan, yang 2 diberikan kepada orang, dan yang satu terbawa pulang ke Semarang saat pulang.

Ujung dari JLS adalah pertigaan Tingkir-Tengaran. Cyclo menunjukkan angka 50 km. Selepas dari sini berarti memasuki Tengaran. Cukup menyenangkan melalui Tengaran. Kondisi jalan ramai oleh siswa. Tapi tidak ada yang bersepeda. Bisa dimaklumi, karena jalur Semarang-Solo ini jalur padat yang aktif dengan bus-bus besar. Berbahaya untuk anak-anak bersepeda. Setelah Tengaran habis, tiba di pertigaan Sruwen, karanggede. Mengikuti jalur ke kiri, akan sampai di Susukan. Ada satu tanjakan maut disini. Bersama Trio sigben, aku pernah melewatinya. yaitu saat ke kampung halamannya Om Maryoto.

Selepas sruwen, disambut oleh ruas jalan Ampel. Jalan mulai terasa dinamis, naik turun, bukit dan lembah. Tipsnya, jangan pernah ngerem saat turunan di sini, karena setelah habis turunan langsung disambut tanjakan. Kecepatan saat turun itulah yang akan membantu menyelesaikan tanjakan. Begitu terus hingga tidak terasa sampai di terminal Boyolali. 

11.15
Di depan terminal ada tenda posko polisi. Didalamnya ada moge Patwal tapi tidak ada polisinya. Aku beristirahat disitu. Makan pisang kedua dan mengecek endomondo...dan ternyata sudah mati sejak tadi, berikut hapenya. Waduh. Kunyalakan lagi, sempat membaca WA dari mas Jeffri Kepsek SABS, menanyakan posisi. sempat kujawab, untuk kemudian mati lagi. Cyclo manual menunjukkan angka 73 km.

Melaju lagi. Di bangjo kedua sejak terminal Boyolali, ada pertigaan. Di kanan jalan ada monumen sapi perah, ikon Boyolali. Didekatnya ada anak panah bertuliskan Klaten. Sepeda kubelokkan menyeberang jalan ke arah Klaten. Dari sini, jalanan datar cenderung menurun. Hingga kemudian tiba di Mojosongo. Membaca Mojosongo, aku segera teringat pesanan om Hadi. Beliau titip COD-an dengan seseorang di Mojosongo ini untuk membeli helm sepeda lewat olx.com.

Di sebuah toko seluler dekat SMP 4 Mojosongo, aku berhenti. Mengontak si empunya helm. Belum selesai ngomong, komunikasi terputus atau mungkin diputus. Ku sms memberi tahu posisi, tidak ada balasan. Di bel, tak pula diangkat. Akhirnya aku menunggu disana, setengah jam lamanya. Sambil menunggu aku minta izin untuk meng-charge powerbank dan membeli sebotol air mineral. Gerimis turun. Langit menggelap. Akhirnya setelah menunggu setengah jam tanpa hasil dan kabar, kuputuskan untuk melanjutkan perjalanan. Mas Jeff lewat WA memberi kata kunci lewati jalan Polanharjo, Janti Tegalgondo, dan Bangjo Pakis. Tujuan sudah semakin dekat.

Aku kemudian melewati jalan desa di Teras, Boyolali sebelum bertemu jalan Polanharjo. Polanharjo ternyata cukup panjang. Di jalan ini, ada gudang Aqua. Tapi anehnya, di front gate-nya tidak ada plang nama Aqua. Di sepenjang jalan ini, ada tiang lampu jalan bertenaga surya. Mirip seperti yang ada di alas roban, Batang. Kanan kiri jalan isinya sawah. Jadi paham, kenapa daerah ini terkenal akan produksi berasnya.

Setelah bertemu perpotongan jalan Jatinom, Delanggu, ujung Polanharjo adalah Bangjo di salah satu sudut kota Delanggu, yang juga merupakan jalan raya Jogja Solo. Aku ke kiri menuju Bangjo Pakis. Di perempatan Bangjo Pakis, jalan rusak parah, lobang besar di mana-mana. Jalanan juga  dipenuhi truk yang hendak menuju Solo.

Perlu strategi khusus untuk bisa menyebrang ke arah timur, ke arah Pakis-Daleman, terutama bila kita terperangkap di sisi kiri jalan. Tepat ketika lampu menyala merah, ada jeda sekian detik sebelum kendaraan arah dari Solo menuju Jogja mengalir, saat itulah kita bisa menyebrang ke arah timur atau Pakis-Daleman. Cara ini biasa dilakukan di Bangjo dalam kota Semarang. Jeda sepersekian detik itu sangat membantu.

Di Jalan Pakis-Daleman KM 4 ada sekolah alam. Namanya Sekolah Alam Aqila. Rencana saya akan mampir ke sana terlebih dahulu sebelum ke Sekolah Alam Bengawan Solo. Namun, aku berhenti dulu di masjid besar Nurul Istiqlal menjelang SA Aqila untuk sholat duhur jama' ashar. Di masjid ini bertemu dengan seorang pedagang keliling yang juga hendak sholat. Kami bercengkerama. Ia menanyakan darimana mau kemana, dan menyatakan keheranannya waktu mengetahui bahwa gowes ini dimulai dari Semarang. Aku tidak lama disini, karena sudah lewat dari jadwal yang kurencanakan.  Satu pisang ambon kuberikan untuk bapaknya itu. 

13.30
Tiba di Sekolah Alam Aqila. Disambut oleh Bu Mia. Beliau tinggal disini bersama keluarganya. Bersama putrinya, kami berbincang tentang Sekolah Alam. Tidak lama, suaminya datang bergabung. SA Aqila telah berkembang. Dimulai dari Bimbel, berkembang menjadi PAUD, dan sekarang SD. Sebuah lahan baru, 200 meter dari sekolah sudah disiapkan sebagai pengembangan.
Sekolah Alam Aqila, Klaten


Langit masih mendung, gerimis satu-satu mulaui berjatuhan. Bu Mia menawarkan untuk me-loading sepeda dengan pick up agar tidak terlalu sore tiba di SABS. Kulihat cyclo sudah menunjukkan angka 103 km. Sudah cukup sebagaimana yang ditargetkan yaitu 100 km. Maka, aku mengiyakan tawaran beliau.
bersama Pak Setia, photo by bu Mia SA Aqila

Setelah dirasa cukup berbincang, maka diantar suami beliau, kami menuju Sekolah Alam bengawan Solo, ke arah Juwiring, 12 km kira-kira dari SA Aqila ke arah Sukoharjo. 

Di Klaten, ada 3 sekolah alam. Selain Aqila dan Bengawan Solo. ada pula Sekolah Alam Harapan Kita yang terletak di kota Klaten, atau tepatnya di depan stasiun Klaten. Tapi karena jaraknya yang cukup jauh, ke arah Jogja, mungkin sekitar 30-40 km, aku tidak mungkin mampir kesana sesore ini. Ngapunten ya pak Arif.. ^_^

14.30
diloading...pickupnya antik
tiba di Sekolah Alam Bengawan Solo

Siswa SABS langsung mencoba gowes

Tiba di Sekolah Alam Bengawan Solo. Di desa Gondangsari, Juwiring, Klaten. Sekolahnya berada di DAS Bengawan Solo. PAda awalnya adalah sebuah KBM, Taruna Teladan namanya. Kemudian bermetamorfosis menjadi Sekolah Alam. HIngga saat ini, siswa tertuanya adalah SD. Ada pula jenjang PAUD dan TK.Saat kami tiba, kebetulan sekolah sedang ada kegiatan kemping. Sehingga anak-anak masih banyak terlihat di sekolah. Mereka rencananya akan menginap di sekolah. Beberapa mahasiswa nampak turut serta membantu Mas Jeff mengkondisikan siswa.


Sekolah Alam Bengawan Solo adalah sekolah komunitas, baik dari sisi pengelola maupun sisi siswa.Kebanyakan siswanya adalah siswa disekitar desa. SABS terlihat sangat kuat mengangkat sungai Bengawan Solo sebagai sumber daya alam sekaligus nilai-nilai kearifan lokalnya. Sore itu bahkan level permukaan air sungai Bengawan solo tinggi sekali, sebagai dampak hujan yang intensitasnya tinggi beberapa hari terakhir. Warnanya keruh kecoklatan dan deras.

Sekolah Alam Bengawan solo
pintunya bundar...eksotik..

Anak-anak SABS terlihat ceria dalam suasana yang bersahaja. Mereka bahkan tak sungkan mencoba menaiki sepeda yang kubawa, untuk merasakan seperti apa rasanya naik sepeda yang sudah membawa penggowesnya dari Semarang ke sekolah mereka. Pendidikan karakter di SABS juga terlihat menonjol. Saat adzan ashar tiba, murid-murid bergegas menunaikan sholat ashar berjamaah. Pada kesempatan ini, aku juga sempat diberi kenang-kenangan cinderamata buatan siswa. 
Cinderamata dari SABS

16.00
Karena hari Minggunya ada acara, maka terpaksa sore ini aku harus beranjak pulang. Abinya Aida yang tadi mengantar dengan pick up sudah pulang ke Aqila... tapi tunggu, beliau kemudian kembali lagi ke SABS, untuk mengantarkanku ke Solo Baru. Waduh, jadi tersipu malu. Masa loading melulu. Tapi, mendung gelap ini sebenarnya membuatku sedikit ragu juga apakah bisa mencapai terminal sebelum hujan turun jika digowes dengan sepeda.

disini air mengalir sampai jauh...bengawan solo
Setelah berpamitan dengan sesepuh SABS, mas Jeff, dan murid-murid, kami meninggalkan Bengawan solo menuju Solo Baru. Rencana memang aku hendak diturunkan di solo baru, karena lebih dekat dengan SABS. Kemudian dari Solo Baru akan kugowes hingga Tirtonadi.Tapi rencana berubah total. Sampai Solo Baru hujan turun dengan derasnya. Sehingga, loading dilanjutkan hingga terminal. Butuh waktu 1 jam untuk sampai ke terminal, dalam kondisi kota Solo hujan, banjir, dan macet. Kelak, aku baru tahu ternyata jarak SABS ke Solo Baru dan Terminal Tirtonadi  adalah 30 km. Mungkin kalau digowes, maghrib aku baru sampai di terminal.  


17.00
Tiba di terminal Tirtonadi. Masih hujan. Setelah pick up pulang, sepeda kuarahkan masuk ke terminal melalui jalur keluar bus. Saat melaju, diteriakin satpam, kujawab hanya dengan menunjuk ke arah bus. Satpam pun mengangguk. Hebat pak satpam, paham bahasa isyarat.

Sepeda ku parkir di pojokan. Suasana Tirtonadi jauh banget berbeda dengan terminal Kaligawe Semarang. Lebih kondusif dan nyaman. Sesaat aku mengamati keadaan sambil melepas jas hujan. Ya, diatas pick up tadi, jas hujan ini sudah melindungiku dari terpaan hujan deras. Tadi, aku cuma bisa menunduk di bak belakang karena kalau tak menunduk, air hujan menerpa muka dan rasanya aneh. Saat menunduk itu, punggungku rasanya seperti dipijit-pijit oleh air hujan.

Di jalur keluar bus, arah Semarang diberi 2 jalur. Jalur yang satu untuk bis ekonomi, yang satunya lagi untuk bis Patas. Aku fokus ke bus Patas, selain lebih cepat, bus ini memiliki bagasi luas disampingnya. Satu bus melintas, PO Rajawali. Kondekturnya turun, "Semarang...semarang", teriaknya.Segera kuhampiri. Kuterangkan maksudku hendak pulang ke Semarang dengan membawa sepeda. Dengan cukup melepas ban depan dan ban belakang, aku yakinkan sepeda akan bisa masuk bagasi. Sebelum kondektur menjawab, segera kulengkapi dengan "ta bayar loro" kataku. "Oke!" jawab kondektur singkat. Kelak, di atas bus kondektur mematok harga 55 ribu untuk jasa angkut ini. Tidak masalah.

Maka, negosiasi yang singkat itu segera dipungkasi dengan membongkar sepeda dan memasukknnya ke bagasi samping dengan bantuan kondektur. Tapi, sayang aku lupa membongkar isi tas. sehingga tas ransel yang berisi handuk, baju ganti, kaos kaki dan sandal kering, juga makanan ada disitu. Aku naik ke atas bus dalam kondisi celana, kaos kaki dan sepatu yang basah. Akibatnya, didalam bus AC ini, aku kedinginan, meski sudah kulepas kaos kaki dan sepatu. Juga lapar dan menahan hasrat ingin 'vivis'...waduh.

Untuk mengatasinya, aku segera membayangkan yang hangat-hangat seperti kompor, kopi, dan yang sejenis. Agak berkurang sedikit. Perlahan, baju dan celana yang basah mulai mengering karena suhu tubuh. Bus ini melaju kencang, awak busnya pun sopan. Perkiraan pukul 19.30 sudah sampai di Semarang. Sayang saat tiba di Ungaran, bus ini harus berhenti sekitar 15 menitan, karena membetulkan sesuatu terkait dengan mesin. Kesempatan ini kugunakan untuk mampir ke masjid. Menuntaskan apa yang sejak dari Jogja kutahan. ^_^

20.00
terima bongkar nggak terima pasang

Tiba di terminal banyumanik. Segera kurangkai lagi sepeda menjadi bentuknya semula. Kulakukan ini sambil dikerubungi tukang ojek yang tertarik menanyakan ini itu. Supaya diam, kusogok seorang diantaranya dengan pisang ambon, hehe....Sepatu basah kuganti dengan sandal kering. Kaos kering segera kupakai. Sarung kuikatkan ke leher. Turun dari Sigben nanti pasti dingin sekali. Jadi perlu sedikit pertahanan. 'Front light' Police Swat 88000 watt kunyalakan, begitu juga 'rear light'.  Pentingnya pencahayaan pada sepeda malam. Biar tidak tertabrak dari belakang, dan kjeglong lubang di bagian depan.

Sesampai di prapatan bulusan ada warung Padang. Mampir dulu, dibungkus untuk dimakan di rumah. Setelah gowes panjang, perlu untuk mengembalikan kalori yang hilang, Seharian ini aku belum makan nasi. Lha gimana, saat gowes perut sama sekali tidak merasa lapar. Baru terasa lapar tadi justru  saat duduk diam manis di bus PO Rajawali. 

20.50
Menuruni Sigar Bencah. Wusss, seperti biasa. Sebelumnya sudah pernah menuruni Sigben di waktu malam. pengalaman yang sangat membantu. Menjadi lebih terbantu, karena jam segitu Sigben sepi, jadi tidak terlalu banyak ngerem. Sampai di dekat pombensin. Sebuah motor mendekati dari samping. Owalah ternyata teman,  kukira begal, hehe... Pak Nursidin dan pak Badi, mungkin pulang dari ngaji menyapaku. "Remnya blong po? Kok banter men?" tanya beliau. 

21.00
sampai di rumah dengan selamat. Alhamdulillah. Hari yang luar biasa. Banyak dimudahkan pula oleh Allah sepanjang perjalanan. Bike Tool kits tidak kusentuh sama sekali. Tidak ada masalah dengan sepeda. Masalahnya ada pada dengkul.  Hehe... Alhamdulillah, tidak ada kram juga. 103 km ditambah 10 km saat gowes pulang dari Banyumanik-Dinar Mas berhasil dilalui dengan lancar jaya.

Data teknis :
  • Distance : 103+10 = 113 km
  • AV Speed : 18 km/jam
  • Max Speed : 61 km/ja (non Sigben) dan 69 km/jam (di Sigben)
  • ODO : 7457 km
  • Time Elapse : 6 jam 14 menit
  • Food : 1 botol air dari rumah, 1 botol air mineral, 2 botol pocari, sebungkus roti, 3 pisang ambon, 1 buah salak, 1 wingko babat, coklat 2 cuil.
  • Biaya : 55 ribu --> tiket pulang bus patas PO Rajawali
Pemberhentian :
  • I : Ungaran, 30 menit --> menunggu powerbank
  • II : Bawen, 5 menit --> difoto  Agung
  • III : JLS, 3 menit --> foto Tank Baja
  • IV : JLS, 5 menit, KM 46 --> Foto Taman kota salatiga
  • V : JLS, 5 menit, KM 48 --> beli pisang
  • VI : JLS Ujung, 5 menit, KM 50 --> pasang dekker
  • VII : Terminal Boyolali, 5 menit --> makan pisang
  • VIII : Mojosongo, 30 menit --> nunggu COD tapi gagal
  • IX : Pakis-Daleman, 15 menit -->sholat.
Thx to :
  • Agung Fedkawoeng
  • Pak Thohiri dan teman2 Fedsemar
  • Sekolah Alam Ar-Ridho
  • Sekolah Alam Aqila
  • Sekolah Alam Bengawan Solo
  • Kepin, Qaryah Thayyibah
  • Pak Taufik Yudanto 
 
    Distance
rute loading
rute gowes Sumatera-Bengawan Solo

2 komentar:

  1. wah kereen gan gowes 100km ke bengawan solo..aq juga pingin nih bisa gitu,, tapi sementara ini masih ga sampek kayaknya klo 100km,, hmm.. oya gan ane ada artikel nih anatomi tubuh saat bersepeda sapa tau bisa nambah wawasan agan nih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf baru terbalas..hehe..
      kayaknya sih bisa, asal ada niat yang kuat...
      thx utk linknya..sdh kukunjungi...

      Hapus