Rabu, 16 Maret 2016

(6) Gowes Mudik 2015 Semarang-Lahat : Hari ke-4, Indramayu-Cikarang



Setelah sahur, kami shubuhan di masjid depan pinggir jalan. Lalu packing muatan, berpamitan, dan melanjutkan perjalanan. Om Troy dan om Ismail mengawal ke arah patrol. Om Ismail yang membawa motor mengabadikan kami dengan handycam. Om Troy bahkan mengawal hingga gerbang Patrol. 10 km jaraknya dari Kandanghaur.  Di ruas jalan ini Laut Jawa dan kapal-kapal nelayan dapat kita lihat dengan bebas.

Berangkat dari masjid di Kandanghaur, Indramayu
bersama om Ismail dan om Ipul
 Di ruas jalan Kandanghaur-Patrol, aku sempat menyilahkan om Troy untuk mencoba membawa sepeda yang kunaiki. Awalnya agak sedikit grogi, terutama karena bobot sepeda. Bahkan saat ada truk gandeng melintas disampingnya, om Troy segera menjatuhkan sepeda ke bahu jalan. “Ngeriii”, katanya. Ya memang sih, inilah horor Pantura bagi goweser. Padahal om Troy tinggal di Pantura, tetap saja merasa ngeri ketika dipepet sama kendaraan besar.

Sejauh ini sih, pengemudi truk masih lebih respek daripada supir bus. Truk selalu memberi ruang lebih lebar di samping sepeda daripada bus. Bus itu sendiri, kalau aku boleh bilang terbagi menjadi 3 jenis. Jenis pertama, melintas disamping goweser tanpa suara. Tahu-tahu mereka sudah ada disamping kita, dengan pelan. Kalau kita mau, kita bisa menyentuh badan bis dengan tangan kita. Jenis kedua, memberi tanda dengan klakson sekali bunyi dan pelan. Dan yang paling reseh, bus yang dari jauh sudah membunyikan klakson dengan keras dan berkali-kali. Padahal posisi kita sudah di paling pinggir, di garis putih itu. Seolah jalan ini milik nenek moyang mereka. Share the road, berbagi jalan, itulah kunci keselamatan dalam perjalanan.

Selepas Patrol, masuk ke Pamanukan. Di hari ke-4 ini, stamina masih baik-baik saja. Malah terasa lebih baik dibanding 3 hari sebelumnya. Apakah ini karena pengaruh kemampuan  adaptasi tubuh ataukah karena pengaruh Zegase, vitamin B Komplek yang aku minum, kurang tahu persis. Malah flu yang kudera sebelum berangkat menjadi hilang sama sekali. Sebelum berangkat sebenarnya kondisiku sedang tidak terlalu fit…sentrap sentrup hidung meler. Tapi aku yakin kalau dibawa gowes flu ini mesti bablas. Dan ternyata benar. Dihari ke-4, Flunya hilang.

Setelah Pamanukan, masuk ke Ciasem. Di jalur Pantura yang cenderung flat ini, dapat kecepatan 25 km/jam saja rasanya sudah gembira sekali. Kecepatan rata-rataku sejauh ini hanyalah 17-22 km/jam saja. Kemudian masuk ke Sukamandi jelang tengah hari. Sukamandi ini adalah jalur terberat hari keempat. Panasnya maksimal, maklum tengah hari, pohonnya kecil-kecil, ruas jalannya panjang, lurus, datar. Kalau tidak dikayuh sepeda tidak jalan. Waktu aku lewat, belum ada warung atau lapak untuk tempat beristirahat. Tapi setelah arah jalur pulang dengan bus, sudah banyak warung yang dibuka, dadakan untuk meyambut lebaran. Akan teringat selalu Sukamandi, jalan yang ada Balai Penelitian Tanaman Padi.  Bikin panas hati. Hihi…

Monumen kecelakaan di ruas jalan menuju Cikampek
Lepas dari Sukamandi  masuk Jatisari, Aku istirahat dan sholat disini. Sembari melipat kembali handuk yang kujemur di rak belakang. Kemudian Patokbeusi. Dan masuk ke Pos SimpangJomin, pertanda Cikampek di depan mata. Tidak jauh dari pos Jomin, ada warung sop. Mampir disana. Itu pukul 14.00 WIB. Aku melaporkan posisi ke grup WA MTBFI. 

jemur handuk dulu, bro...
 Harga sop daging sapi disini 35 ribu. Ada yang bikin tak enak hati disini. Yaitu ketika anak si empunya warung bertengkar dengan saudaranya, entah adik atau kakaknya. Terus ibunya emosi, dipukullah si anak. Aduh, segera aku menyelesaikan makanku. Aku salah masuk warung. Sudah begitu, waktu membayar, si Ibu bilang,”bapak mau ke istana presiden ya?”.  “lha kok?” aku balik tanya. “Biasanya kan yang kaya gitu tujuannya istana presiden, mau ketemu Jokowi”. Sambil menahan emosi, dengan sabar kujawab,” Tujuan saya itu rumah saya, itu istana bagi saya”. Si Ibu lantas diam, bingung kali.

Tidak lama aku masuk ke Cikampek. Lewat jalur pasar. Ditengah pasar ini, ada lubang besar, isinya air kotor. Ini seperti medan offroad, tapi ditengah belantara kota. Sungguh mengherankan. Hari gini masih ada jalan raya seperti itu. Kondisi terburuk sejauh ini yang aku lewati. Sepeda kukayuh cepat, debu beterbangan. Buff yang kupakai cukup membantu. Kerikil  lepas disana-sini. Masuk Kosambi, jalanan membaik. Dan semakin baik saat masuk ke Karawang. 

Sekitar pukul 16.30 aku masuk tengah kota Karawang. Berhenti di sekitar lapangan Karangpawitan atau masjid halilintar. Disini bertemu dengan om Dayim dari Fedkarawang, yang baru saja pulang kerja dan belum sempat ganti baju. Disini aku juga menelpon om Tri Sutiyono FedRanger, berdiskusi tentang jalur dan tempat istirahat. Ada Bunda Sa yang menawari untuk beristirahat di basecampnya. Tapi pertimbangan om Dayim masuk akal. Karawang-Merak 190 km. Tidak mungkin kuraih dalam sehari. Istirahat paling tidak disekitaran Bekasi. Munculahnama  om Bank-bank Trave. Akhirnya, baik Bunda Sa maupun om Bank, keduanya aku tidak beristirahat disana. Ngapunten nggih.

om Dayim, FedKarawang
 
Jalur Karawang-Cikarang

Om Dayim mengawalku hingga Cikarang. Sekitar 15 km dari lokasi awal. Rupanya di Cikarang sudah menunggu om Ifan Fedranger. Tepat menjelang magrib, 1 km sebelum posisi om Ifan, kami berbelok di salah satu masjid di Rengasbandung. Meski aku sudah berbuka tadi siang. Tapi aku menghormati om Dayim yang mengawalku, pastilah beliau menunggu moment berbuka. Jadi, mari kita istirahat dulu di masjid. Tamir masjid pun dengan senang hati menjamu kami dengan tajil dan beragam makanan buka puasa. Belakangan, om Ifan meluncur menyusul ke masjid ini. Hehe..

Setelah sholat maghrib, kami segera meluncur ke rumah om Ifan di Cikarang. Di jalan menuju rumah beliau, menyusul hadir om Tri Sutiyono, anggota FedSemar yang kesehariannya berada di Cikarang dan menjadi pentolan Fedranger, sebutan untuk federal Cikarang. Oleh om Tri, ban belakang yang spokenya bermasalah dilepas, dan dibawa ke bengkel langganan yang kebetulan belum tutup, untuk diperbaiki. Dan langsung dipasang lagi setelahnya. Luar biasa!

bersama om Ifan dan om Tri
Bersama FedCikarang dan FedKarawang di rumah om Ifan

Di rumah om Ifan juga, aku bertemu Papau, teman masa kecil di Lahat yang kebetulan rumahnya di Cikarang juga dan lama tak bertemu. Awalnya Papau mengkhawatirkan niatanku untuk mudik dengan sepeda. Tapi setelah bertemu di rumah om Ifan, barulah ia menjadi yakin dan tenang sambil mengingatkan beberapa titik rawan di Sumatera. Om Ifan juga menyarankan opsi loading jika memang diperlukan, untuk alasan keamanan. Saat kerumah om Ifan, Papau membawa juga istri dan kedua putranya. Kelak, setelah sampai di Lahat, aku bertemu lagi dengan Papau dan keluarganya ini.

Selepas Isya, teman-teman Fedranger berdatangan. Diantaranya ada om Rizal dan om Adans. Kami bertukar cerita. Aku dikasih stiker Fedranger dan juga stiker FedJaks Jakarta dan FedSeksi Bekasi, yang langsung ditempel di sepedaku.
stiker chapter
Yes! Fedrangers!

Menjelang larut malam, teman-teman Fedranger berpamitan. Aku kemudian beristirahat. Jarak tempuh hari ke-4 ini 124 km. Dengan pengeluaran kurang lebih 60.000 rupiah.

Indramayu-Cikarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar