Setelah sahur, kami shubuhan di masjid depan pinggir jalan. Lalu
packing muatan, berpamitan, dan melanjutkan perjalanan. Om Troy dan om Ismail
mengawal ke arah patrol. Om Ismail yang membawa motor mengabadikan kami dengan
handycam. Om Troy bahkan mengawal hingga gerbang Patrol. 10 km jaraknya dari
Kandanghaur. Di ruas jalan ini Laut Jawa
dan kapal-kapal nelayan dapat kita lihat dengan bebas.
Berangkat dari masjid di Kandanghaur, Indramayu |
bersama om Ismail dan om Ipul |
Di ruas jalan Kandanghaur-Patrol, aku sempat menyilahkan om
Troy untuk mencoba membawa sepeda yang kunaiki. Awalnya agak sedikit grogi,
terutama karena bobot sepeda. Bahkan saat ada truk gandeng melintas
disampingnya, om Troy segera menjatuhkan sepeda ke bahu jalan. “Ngeriii”,
katanya. Ya memang sih, inilah horor Pantura bagi goweser. Padahal om Troy tinggal
di Pantura, tetap saja merasa ngeri ketika dipepet sama kendaraan besar.
Sejauh ini sih, pengemudi truk masih lebih respek daripada
supir bus. Truk selalu memberi ruang lebih lebar di samping sepeda daripada
bus. Bus itu sendiri, kalau aku boleh bilang terbagi menjadi 3 jenis. Jenis
pertama, melintas disamping goweser tanpa suara. Tahu-tahu mereka sudah ada
disamping kita, dengan pelan. Kalau kita mau, kita bisa menyentuh badan bis
dengan tangan kita. Jenis kedua, memberi tanda dengan klakson sekali bunyi dan
pelan. Dan yang paling reseh, bus yang dari jauh sudah membunyikan klakson
dengan keras dan berkali-kali. Padahal posisi kita sudah di paling pinggir, di
garis putih itu. Seolah jalan ini milik nenek moyang mereka. Share the road, berbagi jalan, itulah kunci keselamatan dalam
perjalanan.
Selepas Patrol, masuk ke Pamanukan. Di hari ke-4 ini,
stamina masih baik-baik saja. Malah terasa lebih baik dibanding 3 hari
sebelumnya. Apakah ini karena pengaruh kemampuan adaptasi tubuh ataukah karena pengaruh
Zegase, vitamin B Komplek yang aku minum, kurang tahu persis. Malah flu yang
kudera sebelum berangkat menjadi hilang sama sekali. Sebelum berangkat
sebenarnya kondisiku sedang tidak terlalu fit…sentrap sentrup hidung meler. Tapi aku yakin kalau dibawa gowes flu
ini mesti bablas. Dan ternyata benar. Dihari ke-4, Flunya hilang.
Setelah Pamanukan, masuk ke Ciasem. Di jalur Pantura yang
cenderung flat ini, dapat kecepatan 25 km/jam saja rasanya sudah gembira
sekali. Kecepatan rata-rataku sejauh ini hanyalah 17-22 km/jam saja. Kemudian
masuk ke Sukamandi jelang tengah hari. Sukamandi ini adalah jalur terberat hari
keempat. Panasnya maksimal, maklum tengah hari, pohonnya kecil-kecil, ruas
jalannya panjang, lurus, datar. Kalau tidak dikayuh sepeda tidak jalan. Waktu
aku lewat, belum ada warung atau lapak untuk tempat beristirahat. Tapi setelah
arah jalur pulang dengan bus, sudah banyak warung yang dibuka, dadakan untuk
meyambut lebaran. Akan teringat selalu Sukamandi, jalan yang ada Balai
Penelitian Tanaman Padi. Bikin panas
hati. Hihi…
Monumen kecelakaan di ruas jalan menuju Cikampek |
Lepas dari Sukamandi
masuk Jatisari, Aku istirahat dan sholat disini. Sembari melipat kembali handuk yang kujemur di rak belakang. Kemudian Patokbeusi.
Dan masuk ke Pos SimpangJomin, pertanda Cikampek di depan mata. Tidak jauh dari
pos Jomin, ada warung sop. Mampir disana. Itu pukul 14.00 WIB. Aku melaporkan
posisi ke grup WA MTBFI.
jemur handuk dulu, bro... |
Harga sop daging sapi disini 35 ribu. Ada yang bikin
tak enak hati disini. Yaitu ketika anak si empunya warung bertengkar dengan
saudaranya, entah adik atau kakaknya. Terus ibunya emosi, dipukullah si anak.
Aduh, segera aku menyelesaikan makanku. Aku salah masuk warung. Sudah begitu,
waktu membayar, si Ibu bilang,”bapak mau ke istana presiden ya?”. “lha kok?” aku balik tanya. “Biasanya kan
yang kaya gitu tujuannya istana presiden, mau ketemu Jokowi”. Sambil menahan
emosi, dengan sabar kujawab,” Tujuan saya itu rumah saya, itu istana bagi
saya”. Si Ibu lantas diam, bingung kali.
Tidak lama aku masuk ke Cikampek. Lewat jalur pasar.
Ditengah pasar ini, ada lubang besar, isinya air kotor. Ini seperti medan
offroad, tapi ditengah belantara kota. Sungguh mengherankan. Hari gini masih
ada jalan raya seperti itu. Kondisi terburuk sejauh ini yang aku lewati. Sepeda
kukayuh cepat, debu beterbangan. Buff yang kupakai cukup membantu. Kerikil lepas disana-sini. Masuk Kosambi, jalanan
membaik. Dan semakin baik saat masuk ke Karawang.
Sekitar pukul 16.30 aku masuk tengah kota Karawang. Berhenti
di sekitar lapangan Karangpawitan atau masjid halilintar. Disini bertemu dengan
om Dayim dari Fedkarawang, yang baru saja pulang kerja dan belum sempat ganti
baju. Disini aku juga menelpon om Tri Sutiyono FedRanger, berdiskusi tentang
jalur dan tempat istirahat. Ada Bunda Sa yang menawari untuk beristirahat di
basecampnya. Tapi pertimbangan om Dayim masuk akal. Karawang-Merak 190 km.
Tidak mungkin kuraih dalam sehari. Istirahat paling tidak disekitaran Bekasi.
Munculahnama om Bank-bank Trave.
Akhirnya, baik Bunda Sa maupun om Bank, keduanya aku tidak beristirahat disana.
Ngapunten nggih.
om Dayim, FedKarawang |
Jalur Karawang-Cikarang |
Om Dayim mengawalku hingga Cikarang. Sekitar 15 km dari
lokasi awal. Rupanya di Cikarang sudah menunggu om Ifan Fedranger. Tepat
menjelang magrib, 1 km sebelum posisi om Ifan, kami berbelok di salah satu
masjid di Rengasbandung. Meski aku sudah berbuka tadi siang. Tapi aku
menghormati om Dayim yang mengawalku, pastilah beliau menunggu moment berbuka.
Jadi, mari kita istirahat dulu di masjid. Tamir masjid pun dengan senang hati
menjamu kami dengan tajil dan beragam makanan buka puasa. Belakangan, om Ifan
meluncur menyusul ke masjid ini. Hehe..
Setelah sholat maghrib, kami segera meluncur ke rumah om
Ifan di Cikarang. Di jalan menuju rumah beliau, menyusul hadir om Tri Sutiyono,
anggota FedSemar yang kesehariannya berada di Cikarang dan menjadi pentolan
Fedranger, sebutan untuk federal Cikarang. Oleh om Tri, ban belakang yang
spokenya bermasalah dilepas, dan dibawa ke bengkel langganan yang kebetulan
belum tutup, untuk diperbaiki. Dan langsung dipasang lagi setelahnya. Luar
biasa!
bersama om Ifan dan om Tri |
Bersama FedCikarang dan FedKarawang di rumah om Ifan |
Di rumah om Ifan juga, aku bertemu Papau, teman masa kecil
di Lahat yang kebetulan rumahnya di Cikarang juga dan lama tak bertemu. Awalnya
Papau mengkhawatirkan niatanku untuk mudik dengan sepeda. Tapi setelah bertemu
di rumah om Ifan, barulah ia menjadi yakin dan tenang sambil mengingatkan
beberapa titik rawan di Sumatera. Om Ifan juga menyarankan opsi loading jika
memang diperlukan, untuk alasan keamanan. Saat kerumah om Ifan, Papau membawa
juga istri dan kedua putranya. Kelak, setelah sampai di Lahat, aku bertemu lagi
dengan Papau dan keluarganya ini.
Selepas Isya, teman-teman Fedranger berdatangan. Diantaranya
ada om Rizal dan om Adans. Kami bertukar cerita. Aku dikasih stiker Fedranger
dan juga stiker FedJaks Jakarta dan FedSeksi Bekasi, yang langsung ditempel di
sepedaku.
stiker chapter |
Menjelang larut malam, teman-teman Fedranger berpamitan. Aku
kemudian beristirahat. Jarak tempuh hari ke-4 ini 124 km. Dengan pengeluaran
kurang lebih 60.000 rupiah.
Indramayu-Cikarang |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar