Karena waktu recovery yang
kurang, akhirnya om Adi menyarankan
untuk loading ke rute berikutnya. Disamping juga ada pertimbangan faktor
keamanan menghindari Zona Merah, khususnya Bukit Kemuning di perbatasan Lampung
Utara dan Baturaja. Jelang lebaran ini angka kriminalitas dalam bentuk curas
atau pembegalan sedang marak di Bukit Kemuning. Sebelum ini, pernah terjadi dua orang goweser dibegal
di zona itu. Jadi, om Adi sangat menyarankan untuk dilaoding saja. Begitu juga
teman-teman dari Rakata juga menyarankan hal yang sama.
Pilihannya jatuh pada kereta api. Kebetulan rumah om Adi
sangat dekat dengan stasiun Tanjungkarang.
Kami kemudian meluncur ke stasiun bertanya pada CS tentang teknis
membawa sepeda lewat kereta api. Ternyata tidak ada perusahaan kurir di stasiun
seperti halnya di stasiun besar di Pulau jawa. Sehingga kami harus mempacking
sepeda, baik di kardus atau dimasukkan kedalam tas sepeda. Dengan satu catatan
lagi, harus ada izin dari petugas boarding yang bertugas hari itu. Kebetulan,
petugas boardingnya ada disitu. Kami meminta kepastian, jika sudah dipacking,
dapat dibawa masuk kedalam kereta.
Setelah mendapat kepastian, aku membeli tiket Sriwijaya
Express atau Limex malam seharga Rp 130.000,- untuk kelas bisnis. Kereta
berangkat pukul 21.00, tapi kami disarankan agar sudah berada distasiun pukul
19.00 WIB.
Keluar dari stasiun, om Adi kemudian membantuku mencari
kardus sepeda di toko sepeda kenalannya. Siang itu, lalu lintas kota
Tanjungkarang mendadak ramai. Orang dan kendaraan dimana-mana. Akhirnya, kami
mendapatkan kardus bekas sepeda Polygon seharga Rp 25.000,- rupiah. Kardus itu
kami titipkan ditoko itu, karena posisi toko itu lebih dekat ke stasiun
daripada dibawa pulang ke rumah.
Sesampai di rumah, aku segera membongkar sepeda agar
dapatmasuk kedalam kardus. Membongkar ban depan, rak depan, pedal, melapisi
rantai dengan kertas. Setelah itu,giliran membawa protolan sepeda itu ke toko
sepeda. Karena Torino Terrain ini sepeda besi, maka mengangkatnya di belakang
motor lumayan berat. Terlebih melewati lalu lintas Tanjungkarang yang padat.
Kami sempat menyenggol mobil sedan
karena berhenti tiba-tiba. Keterampilanom Adi bermanuver di jalan raya,
akhirnya membuat kami bisa sampai ke toko sepeda, meloading sepeda kedalam
kardus, lalu langsung membawanya ke stasiun. Di stasiun, bertemu dengan kenalan
om Adi yang bertugas sebagai OB. OB inilahyang nantinya akan menaikkan ke
gerbong kereta.
Duhur menjelang. Kami kemudian beristirahat. Nanti sore Rakata
mengundang kami buka bersama di markasnya, di Kemiling. Rencananya juga pukul
16.30 sebelumnya ada gowes bersama dulu sebelum buka. Setelah mandi dan
persiapan ini itu, ternyata sudah pukul 17.00, akhirnya kami putuskan untuk
berangkat ke Rakata dengan motor, karena khawatir tidak sampai waktunya bila
dijangkau dengan sepeda. Dan benar saja, kami tiba disana, kira-kira 15 menit
saja sebelum berbuka.
Di Rakata, om Sirin memperkenalkanku pada om Oka, ketua
Rakata beserta keluarganya yang juga goweser, juga anggota Rakata yang lain.
Diantara mereka ada juga yang baru saja pulang dari Srikandi 2015 Gowes to
Lombok. Rakata sendiri merupakan salah satu klub sepeda tertua di Bandarlampung
yang berkarakter sepeda turing. Saat tiba disana, kulihat sepeda yang terparkir
kebanyakan sepeda turing dari berbagai merek. Mulai dari Federal, Bridgstone,
hingga Surly. Menurut om Adi, personel Rakata sudah kenyang pengalaman Turing,
baik di pulau Sumatera maupun Pulau Jawa. Setelah berbuka dan sholat magrib,
kami berpamitan pulang. Om Oka memberi kenang-kenangan stiker Rakata, yang
sekarang sudah tertempel di sepeda. Kelak setelah lebaran, om Sirin dari Rakata
turing hingga pegunungan Dieng dan Candi Borobudur.
Basecamp Rakata Cycling Club,Kemiling, Bandarlampung |
stiker Rakata |
Pukul 19.00, aku diantar om Adi ke stasiun. Kami berpose sejenak di depan stasiun.
Bantuan om Adi sangat berarti buatku. Sayang stiker Fedlampung sedang
diproduksi, sehingga tidak bisa langsung di tempel di sepeda. Rencananya akan
dikirim via pos. Sepeda, sudah naik ke kereta, digerbong restorasi. Untuk jasa
menaikkan dan menurunkannya nanti di Baturaja aku memberi uang lelah kepada
awak kereta.
Bersama om Adi, Fedlampung di stasiun Tanjung Karang |
Kereta pun kemudian meninggalkan Bandarlampung tujuan
Palembang, melewati stasiun : Kotabumi, Blambangan
Umpu, Martapura, dan Baturaja. Di Baturaja, kereta berhenti agak lama, sekitar
pukul 03.00 dinihari. Kulihat, kardus sepeda sudah diturunkan. Jadi aku tinggal
membawa pannier depan-belakang saja. Tak lama setelah kereta berangkat,
penumpang yang turun sudah keluar stasiun, suasana stasiun kembali ke aslinya,
sunyi. Yang terdengar hanyalah suara gemerisik sepeda yang sedang kurangkai
kembali. Pukul 04.30, sepeda berhasil dipasang kembali. Tak lama kemudian,
terdengar adzan subuh.
Tiba di stasiun Baturaja |
Jarak tempuh hari ini, sekitar 300 km yang ditempuh dalam
waktu 6 jam dengan kereta api Limex. Biaya yang dikeluarkan Rp 130.000,- untuk
tiket dan Rp 100.000,- untuk ongkos angkut.
Bandarlampung-Baturaja |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar