Jumat, 18 Maret 2016

(10) Gowes Mudik 2015 Semarang-Lahat : Hari ke-7, Bandarlampung-Baturaja



Karena waktu recovery yang kurang, akhirnya om Adi menyarankan untuk loading ke rute berikutnya. Disamping juga ada pertimbangan faktor keamanan menghindari Zona Merah, khususnya Bukit Kemuning di perbatasan Lampung Utara dan Baturaja. Jelang lebaran ini angka kriminalitas dalam bentuk curas atau pembegalan sedang marak di Bukit Kemuning. Sebelum  ini, pernah terjadi dua orang goweser dibegal di zona itu. Jadi, om Adi sangat menyarankan untuk dilaoding saja. Begitu juga teman-teman dari Rakata juga menyarankan hal yang sama.

Pilihannya jatuh pada kereta api. Kebetulan rumah om Adi sangat dekat dengan stasiun Tanjungkarang.  Kami kemudian meluncur ke stasiun bertanya pada CS tentang teknis membawa sepeda lewat kereta api. Ternyata tidak ada perusahaan kurir di stasiun seperti halnya di stasiun besar di Pulau jawa. Sehingga kami harus mempacking sepeda, baik di kardus atau dimasukkan kedalam tas sepeda. Dengan satu catatan lagi, harus ada izin dari petugas boarding yang bertugas hari itu. Kebetulan, petugas boardingnya ada disitu. Kami meminta kepastian, jika sudah dipacking, dapat dibawa masuk kedalam kereta.

Setelah mendapat kepastian, aku membeli tiket Sriwijaya Express atau Limex malam seharga Rp 130.000,- untuk kelas bisnis. Kereta berangkat pukul 21.00, tapi kami disarankan agar sudah berada distasiun pukul 19.00 WIB.

Keluar dari stasiun, om Adi kemudian membantuku mencari kardus sepeda di toko sepeda kenalannya. Siang itu, lalu lintas kota Tanjungkarang mendadak ramai. Orang dan kendaraan dimana-mana. Akhirnya, kami mendapatkan kardus bekas sepeda Polygon seharga Rp 25.000,- rupiah. Kardus itu kami titipkan ditoko itu, karena posisi toko itu lebih dekat ke stasiun daripada dibawa pulang ke rumah. 

Sesampai di rumah, aku segera membongkar sepeda agar dapatmasuk kedalam kardus. Membongkar ban depan, rak depan, pedal, melapisi rantai dengan kertas. Setelah itu,giliran membawa protolan sepeda itu ke toko sepeda. Karena Torino Terrain ini sepeda besi, maka mengangkatnya di belakang motor lumayan berat. Terlebih melewati lalu lintas Tanjungkarang yang padat. Kami sempat menyenggol mobil sedan  karena berhenti tiba-tiba. Keterampilanom Adi bermanuver di jalan raya, akhirnya membuat kami bisa sampai ke toko sepeda, meloading sepeda kedalam kardus, lalu langsung membawanya ke stasiun. Di stasiun, bertemu dengan kenalan om Adi yang bertugas sebagai OB. OB inilahyang nantinya akan menaikkan ke gerbong kereta.

Duhur menjelang. Kami kemudian beristirahat. Nanti sore Rakata mengundang kami buka bersama di markasnya, di Kemiling. Rencananya juga pukul 16.30 sebelumnya ada gowes bersama dulu sebelum buka. Setelah mandi dan persiapan ini itu, ternyata sudah pukul 17.00, akhirnya kami putuskan untuk berangkat ke Rakata dengan motor, karena khawatir tidak sampai waktunya bila dijangkau dengan sepeda. Dan benar saja, kami tiba disana, kira-kira 15 menit saja sebelum berbuka. 

Di Rakata, om Sirin memperkenalkanku pada om Oka, ketua Rakata beserta keluarganya yang juga goweser, juga anggota Rakata yang lain. Diantara mereka ada juga yang baru saja pulang dari Srikandi 2015 Gowes to Lombok. Rakata sendiri merupakan salah satu klub sepeda tertua di Bandarlampung yang berkarakter sepeda turing. Saat tiba disana, kulihat sepeda yang terparkir kebanyakan sepeda turing dari berbagai merek. Mulai dari Federal, Bridgstone, hingga Surly. Menurut om Adi, personel Rakata sudah kenyang pengalaman Turing, baik di pulau Sumatera maupun Pulau Jawa. Setelah berbuka dan sholat magrib, kami berpamitan pulang. Om Oka memberi kenang-kenangan stiker Rakata, yang sekarang sudah tertempel di sepeda. Kelak setelah lebaran, om Sirin dari Rakata turing hingga pegunungan Dieng dan Candi Borobudur.
Basecamp Rakata Cycling Club,Kemiling, Bandarlampung
stiker Rakata

Pukul 19.00, aku diantar om Adi ke stasiun.  Kami berpose sejenak di depan stasiun. Bantuan om Adi sangat berarti buatku. Sayang stiker Fedlampung sedang diproduksi, sehingga tidak bisa langsung di tempel di sepeda. Rencananya akan dikirim via pos. Sepeda, sudah naik ke kereta, digerbong restorasi. Untuk jasa menaikkan dan menurunkannya nanti di Baturaja aku memberi uang lelah kepada awak kereta. 
Bersama om Adi, Fedlampung di stasiun Tanjung Karang

Kereta pun kemudian meninggalkan Bandarlampung tujuan Palembang, melewati  stasiun : Kotabumi, Blambangan Umpu, Martapura, dan Baturaja. Di Baturaja, kereta berhenti agak lama, sekitar pukul 03.00 dinihari. Kulihat, kardus sepeda sudah diturunkan. Jadi aku tinggal membawa pannier depan-belakang saja. Tak lama setelah kereta berangkat, penumpang yang turun sudah keluar stasiun, suasana stasiun kembali ke aslinya, sunyi. Yang terdengar hanyalah suara gemerisik sepeda yang sedang kurangkai kembali. Pukul 04.30, sepeda berhasil dipasang kembali. Tak lama kemudian, terdengar adzan subuh.
Tiba di stasiun Baturaja

Jarak tempuh hari ini, sekitar 300 km yang ditempuh dalam waktu 6 jam dengan kereta api Limex. Biaya yang dikeluarkan Rp 130.000,- untuk tiket dan Rp 100.000,- untuk ongkos angkut.
Bandarlampung-Baturaja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar